Manusia tidak bisa hidup tanpa air. Namun menurut para pakar, dikhawatirkan pada 2020 mendatang pulau Jawa akan mengalami krisis air. Hal ini bukan tidak mungkin, karena saat ini secara global, satu dari empat orang di dunia kekurangan air minum dan satu dari tiga orang tidak dapat sanitasi layak. Kondisi ini berpotensi untuk semakin memburuk, yaitu pada tahun 2050 mendatang yaitu 2/3 penduduk dunia akan kekurangan air.
Sedangkan di Indonesia, menurut Kepala Pusat Data, Informasi, dan Humas BNPB, Sutopo Purwo Nugroho, saat musim kemarau tiba, wilayah seperti Jawa, Bali, dan Nusa Tenggara sudah mengalami defisit air sejak 1995. "Defisit air terjadi selama 7 bulan pada musim kemarau. Surplus air berlangsung 5 bulan saat penghujan. Diproyeksikan tahun 2020 potensi air yang ada hanya 35% yang layak dikelola yaitu 400 m3/kapita/tahun," kata Sutopo.
Sutopo menjelaskan, angka tersebut jauh dari standard minimum dunia 1.100 m3/kapita/tahun. Sejak tahun 2003 terdapat 77% kabupaten/kota di Jawa yang memiliki defisit air selama 1-8 bulan dalam setahun. Bahkan sebanyak 36 kabupaten/kota defisit air 5-8 bulan dalam setahun. "Jadi bukan hal yang aneh jika saat ini terjadi dampak kekeringan, khususnya di Jawa. Distribusi air, hujan buatan, pemboran sumur adalah solusi singkat yang belum mengatasi masalah ini tuntas," jelas Sutopo.
Sebagai tindakan pencegahan, Sutopo mengungkapkan perlu diupayakan penyediaan air secara besar-besaran seperti pembangunan waduk, bendung, embung, dan pengelolaan DAS. Menurut Sutopo, pembangunan waduk besar di Jawa saat ini sebenarnya sulit dilakukan, karena itudibutuhkan partisipasi masyarakat yang besar untuk realisasinya.
Setelah udara, air adalah salah satu kebutuhan utama manusia untuk bertahan hidup. Karena itu masalah krisis air ini harus mendapat perhatian semua pihak dan segera diatasi.
Sumber : Tribunnews/vina